Minggu, 09 Juni 2013

Yang Aus, yang Aus! Yang Aus, yang Aus, Lagi?

Sering mendengar kalimat yang senada dengan judul di atas? Saya beri contoh lagi.

"Yak, seribuan aja Dek, seribuan, tisunya seribuan."

Sudah ada yang menebak dengan tepat tuh. Yak, kalimat-kalimat tersebut adalah kalimat-kalimat wajib para pedagang asongan di bis. Kalau bahasa kerennya ya, kalimat-kalimat itu adalah quote-nya mereka, para pedagang asongan (sok tau banget gw, moga-moga aja bener XD).

Bertemu pedagang asongan di bis sudah bukan hal baru dan tidak mengganggu (bagi gw). Malah kebanyakan kita malah senang kalau bertemu pedagang asongan yang memang kita menunggunya. Hah menunggunya? Eh, bukan berarti kita suka atau kangen gituh ama abangnya. Hal yang kita tunggu itu ya barang dagangannya, misalnya nih ya waktu lagi haus terus naiklah abang yang jual 'akua, akua, mijon', dunia serasa cerah kembali. Serta merta pasti kita serbu tu abang Mijon. Semoga Akua dan Mijon berbaik hati mengirimkan biaya iklan ke gw.<<<<<<Kalimat terakhir bercanda tapi kalau beneran juga boleh. Tunggu, sepertinya merek 'Akua' dan 'Mijon' itu fiktif! Jadi tidak akan ada yang mengirimkan biaya iklan..... Huwaaaaa.

Selain si abang-abang tersebut (jangan ngarepin ada abang bajaj naik ke atas bis bawa bajaj sambil jualan bajaj, lu akan kecewa), ada beberapa orang dengan gelar tertentu yang akan sering kita temui di atas bis kota alias kopaja. Coba tebak, gw kasih waktu 5 menit. Makanan apa yang paling disukai bintang laut? Oh, bukan itu pertanyaannya. Pertanyaan sebenarnya adalah 'siapa?'. Siapa orang-orang yang gw maksud itu? Oom baju biru yang lagi baca sambil makan kayaknya mau jawab tuh. Apa, Oom? Iya, betul sekali Oom, jawabannya adalah pengamen.

Gw agak kaget juga ya sekarang pengamen itu lumayan banyak. Mulai dari pengamen yang modal dan gaya, pakai gitar dan 'drum band' sampai ke pengamen yang modal gaya, modal suara ada juga yang modal kalimat. Satu pengamen turun, pengamen lainnya naik. Herannya kebanyakan pengamen yang modal kalimat, itu mirip-mirip kalimatnya.

Alkisah gw pulang mengendarai bis (emang gw sopirnya?), oke salah bukan mengendarai tapi menaiki bis dari suatu terminal. Gw saat itu sudah tahu akan banyak pengamen. Benarlah, naik 2 orang pengamen, kita namakan saja pengamen 1 dan pengamen 2. Berhubung di dalam bisa masih sepi, berhasil deh kedua pengamen tersebut mendapatkan 0 (nol) rupiah.

Sebelum mendapatkan Rp 0, pengamen 1 yang membawa gitar berkata, "Sambung menyambung dalam bis kota. Lain orang lain perutnya ya, Bu, Pak....."

Gw ngaku, gw cuman inget 2 baris tersebut, lanjutannya mau gw karang tapi takut salah. Tapi gw inget saat pengamen tersebut berbicara, gw hanya melihat sekilas gitarnya tetapi tidak melihat wajahnya. Kemudian gw terus menengok ke kanan, sambil merasakan angin semilir (jendela bis ada di sebelah kanan gw itu). 4, 5, 6 ikan berenang, eh bukan, pengamen mengamen, tidak ada satu pun yang gw kasih duit. Mungkin gw pelit, mungkin gw medit, tapi alasan utamanya adalah karena nggak ada duit, oh pahit.... Kok jadi pantun? Ya, gitu deh, duit pas-pasan untuk ongkos. Maapkan daku, wahai para pengamen, hiks, hiks....

Kemudian naiklah pengamen ke-7 atau ke-8 atau ke-9? Ke-sekian deh, pengamen itu mulai beraksi kembali.

"Sambung menyambung dalam bis kota. Lain orang lain perutnya ya, Bu, Pak....."

Lhaaaa, kok kalimatnya sama persis? Ya emang sih sebelumnya juga ada pengamen yang mirip-mirip intronya. Apa mereka nulis kalimat-kalimat itu bareng dan ngapalin bareng-bareng juga? Itulah yang ada di pikiran gw saat mendengar si pengamen ke-sekian tersebut. Dengan berminat gw melihat wajah si pengamen. Wajahnya sih nggak familiar tapi kok gitarnya seperti gw kenal.....

"....... Lho, ini udah ya tadi Mas?" tiba-tiba si pengamen bertanya.

Aha, ternyata orang ini si pengamen 1 yang tadi gw lihat sekilas gitarnya. Huahahahahaha, rasanya pengen ngakak gitu. Si pengamen turun setelah di-iya-kan oleh penumpang bis termasuk gw. Si pengamen tersebut masih bertanya pada kondektur bis untuk meyakinkan dirinya, "Tadi udah ya, Bang?"
Pengamen pun bisa salah bis, eh, dua kali naik bis yang sama, dengan kata lain, lupa. Tapi si pengamen 1, dia pasti malu dong, cuman nggak kelihatan malu tuh, tetep pede atau gw yang nggak liat aja?

Terus kok si pengamen 1 nggak sama temennya, pengamen 2? Ketika pengamen 1 dan pengamen 2 naik gw sempet dengar ada yang berkata, "Bareng aja nih?"

Kemudian dijawab, "Ya udah bareng aja."

Barulah si pengamen 1 bilang kalimat andalannya tadi itu, "Sambung menyambung dalam bis kota. Lain orang lain perutnya ya, Bu, Pak....."

Pengamen 2 dengan improvisasi yang meyakinkan menjawab masing- masing kalimat si pengamen 1, "Benar ya, Bu, Pak," "Benar sekali, Bu, Pak."

Gw inget sempet heran juga ngamen berdua tapi mereka masing-masing meminta bayaran, biasanya kan 1 orang yang 'ngulurin kantong kresek/topi' ke penumpang. Kesimpulan gw, pengamen 1 dan pengamen 2 itu hanya 2 orang pengamen yang kebetulan naik 1 bis yang sama berbarengan. Mereka bukan duo tapi solois.

Kesimpulan ke-2, apa pun pekerjaannya ternyata kreatifitas dan spontanitas dapat berperan di dalamnya. Percaya diri perlu di segala situasi (tapi saya tidak menyarankan Anda mengamen, saya jamin capek). And it works, it goes well i think.

Mengenai judulnya, yaaaa saya analogikan kalau misalnya itu tukang asongan yang jualan minuman terus dia naik lagi di bis yang sama, bakal seperti itu kalimatnya? Hehehe. Just my mind.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar