Penundaan,
apakah arti kata itu? Apakah para pembaca familiar dengan kata tersebut? Menunda
sering dilakukan jika kita perlu menyelesaikan suatu hal yang kita anggap masih
banyak waktu untuk melakukannya. Ketika tenggat waktu sudah dekat, barulah kita
kelabakan menyelesaikan tugas atau hal-hal lainnya ynag perlu kita kerjakan
tersebut.
Hal
kecil yang paling sering saya alami adalah menunda untuk mencuci piring.
Parahnya, yang menunda mencuci piring bukan saya saja tetapi seluruh keluarga.
Piring sampai menumpuk seperti menara. Orang yang jadi susah tentu saja orang
yang kebagian tugas harus mencuci piringnya dan saya berkali-kali mengalami
itu.
Terdapat contoh seseorang yang amat suka menunda-nunda. Menunda mengerjakan tugas,
menunda melakukan hal yang sudah ia janjikan, bahkan sampai menunda mandi
adalah beberapa contoh hal yang ia tunda. Apakah hal yang ia tunda lakukan
akhirnya semua berujung bahagia? Bisa kalian tebak. Tugas-tugas menjadi
menumpuk, begadang semalam suntuk untuk mengerjakannya. Menunda mandi membuat
badan tidak sehat, orang itu pernah bercerita bahwa kulitnya
menjadi merah terkelupas di beberapa bagian. Menunda janji apalagi, membuat
rugi dirinya dan orang yang diberikan janji palsu.
Ada sebuah artikel bagus di Kompas (maaf karena tanggalnya terlupakan), dibacakan oleh bos saya. Salah satu isinya adalah
tentang penundaan juga. Potongan kalimat yang saya ingat adalah ‘menunda sudah
menjadi kebiasaan’. Benar, awal dari seringnya kita menunda-nunda adalah
kebiasaan yang terus-menerus kita lakukan. Padahal, menunda banyak memberikan
kerugian, malah tidak ada untungnya.
Sayangnya,
meskipun orang-orang sudah tahu bahwa menunda itu merugikan, mereka tetap
melakukannya (termasuk saya). Kenapa? Mungkin perlu psikolog untuk menjawab
pertanyaan tersebut. Pendapat saya sebagai bukan seorang psikolog, orang-orang
yang ‘kecanduan’ menunda salah satu alasannya adalah karena mereka malas. Malas
bergerak, malas melakukan tugas, malas mengerjakan hal-hal yang membuat
kenyamanan mereka terganggu. Orang-orang seperti ini biasanya meskipun tenggat
waktu sudah di ujung hidung pun mereka akan tetap bergeming.
Alasan kedua sudah
tertera di atas. Menunda karena merasa masih banyak waktu, masih banyak
kesempatan dan masih-masih lainnya. Orang-orang dengan alasan kedua biasanya
langsung pusing dan kewalahan begitu tenggat waktu sudah di depan mata. Saya
akui bahwa saya pernah dan semoga tidak akan lagi menjadi orang yang suka
menunda-nunda dengan salah satu atau kedua alasan di atas.
Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk memulai atau meneruskan kebiasaan baik untuk mengerjakan segala hal dengan segera, tidak menunda-nunda. Bagi yang masih bersekolah, biasakan mengerjakan PR tidak mepet dengan hari dikumpulkan PR tersebut melainkan dikerjakan setiap hari seusai sekolah.
Agar mempermudah kita melaksanakan 'tidak menunda-nunda', alangkah baiknya untuk mencatat semua hal yang harus kita lakukan di secarik, selembar, atau satu ton (juga boleh) kertas. Kertas tersebut saya sarankan ditempelkan ke tembok atau pintu di tempat yang akan selalu kita lewati dan mudah kita lihat. Bisa juga di dalam sebuah buku atau notes atau diary yang harus sering kita buka dan baca, kalau tidak ya sama aja bohong.
Mari kita bersama-sama menumbuhkan kebiasaan baik menggosok gigi.... Eh, bukan, tapi itu juga harus sih. Maksud saya mari kita bersama-sama menumbuhkan kebiasaan baik tidak menunda-nunda. Langkah awal saya adalah tidak menunda-nunda mengikuti kuis yang ingin saya ikuti, hehehehe, juga tidak menunda-nunda untuk menulis di mana saja, termasuk di blog ini. Bagaimana dengan para pembaca?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar