Selasa, 14 Mei 2013

Penundaan



Penundaan, apakah arti kata itu? Apakah para pembaca familiar dengan kata tersebut? Menunda sering dilakukan jika kita perlu menyelesaikan suatu hal yang kita anggap masih banyak waktu untuk melakukannya. Ketika tenggat waktu sudah dekat, barulah kita kelabakan menyelesaikan tugas atau hal-hal lainnya ynag perlu kita kerjakan tersebut.

Hal kecil yang paling sering saya alami adalah menunda untuk mencuci piring. Parahnya, yang menunda mencuci piring bukan saya saja tetapi seluruh keluarga. Piring sampai menumpuk seperti menara. Orang yang jadi susah tentu saja orang yang kebagian tugas harus mencuci piringnya dan saya berkali-kali mengalami itu.

Terdapat contoh seseorang yang amat suka menunda-nunda. Menunda mengerjakan tugas, menunda melakukan hal yang sudah ia janjikan, bahkan sampai menunda mandi adalah beberapa contoh hal yang ia tunda. Apakah hal yang ia tunda lakukan akhirnya semua berujung bahagia? Bisa kalian tebak. Tugas-tugas menjadi menumpuk, begadang semalam suntuk untuk mengerjakannya. Menunda mandi membuat badan tidak sehat, orang itu pernah bercerita bahwa kulitnya menjadi merah terkelupas di beberapa bagian. Menunda janji apalagi, membuat rugi dirinya dan orang yang diberikan janji palsu.

Ada sebuah artikel bagus di Kompas (maaf karena tanggalnya terlupakan), dibacakan oleh bos saya. Salah satu isinya adalah tentang penundaan juga. Potongan kalimat yang saya ingat adalah ‘menunda sudah menjadi kebiasaan’. Benar, awal dari seringnya kita menunda-nunda adalah kebiasaan yang terus-menerus kita lakukan. Padahal, menunda banyak memberikan kerugian, malah tidak ada untungnya.

Sayangnya, meskipun orang-orang sudah tahu bahwa menunda itu merugikan, mereka tetap melakukannya (termasuk saya). Kenapa? Mungkin perlu psikolog untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pendapat saya sebagai bukan seorang psikolog, orang-orang yang ‘kecanduan’ menunda salah satu alasannya adalah karena mereka malas. Malas bergerak, malas melakukan tugas, malas mengerjakan hal-hal yang membuat kenyamanan mereka terganggu. Orang-orang seperti ini biasanya meskipun tenggat waktu sudah di ujung hidung pun mereka akan tetap bergeming. 

Alasan kedua sudah tertera di atas. Menunda karena merasa masih banyak waktu, masih banyak kesempatan dan masih-masih lainnya. Orang-orang dengan alasan kedua biasanya langsung pusing dan kewalahan begitu tenggat waktu sudah di depan mata. Saya akui bahwa saya pernah dan semoga tidak akan lagi menjadi orang yang suka menunda-nunda dengan salah satu atau kedua alasan di atas.

Masih banyak waktu. Pernyataan yang salah adanya. Masih banyak waktu, besok masih bisa. Bagaimana jika tidak ada lagi hari esok? Masih banyak waktu, masih bisa bermain sekarang, hal-hal menyusahkan diselesaikan nanti saja. Bagaimana bila si ‘nanti’ tidak datang? Pernahkah terpikirkan mengenai hal itu?

Melalui tulisan ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk memulai atau meneruskan kebiasaan baik untuk mengerjakan segala hal dengan segera, tidak menunda-nunda. Bagi yang masih bersekolah, biasakan mengerjakan PR tidak mepet dengan hari dikumpulkan PR tersebut melainkan dikerjakan setiap hari seusai sekolah.

Agar mempermudah kita melaksanakan 'tidak menunda-nunda', alangkah baiknya untuk mencatat semua hal yang harus kita lakukan di secarik, selembar, atau satu ton (juga boleh) kertas. Kertas tersebut saya sarankan ditempelkan ke tembok atau pintu di tempat yang akan selalu kita lewati dan mudah kita lihat. Bisa juga di dalam sebuah buku atau notes atau diary yang harus sering kita buka dan baca, kalau tidak ya sama aja bohong.


Mari kita bersama-sama menumbuhkan kebiasaan baik menggosok gigi.... Eh, bukan, tapi itu juga harus sih. Maksud saya mari kita bersama-sama menumbuhkan kebiasaan baik tidak menunda-nunda. Langkah awal saya adalah tidak menunda-nunda mengikuti kuis yang ingin saya ikuti, hehehehe, juga tidak menunda-nunda untuk menulis di mana saja, termasuk di blog ini. Bagaimana dengan para pembaca? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar